acebook

.¤ª"˜¨¯¨¨Imran Bin Hushain oo 'Umraan Ibn Husain ¸,ø¨¨"ª¤. 
Menyerupai malaikat. 


Di tahun perang Khaibarlah ia datang kepada Rasulullah saw. untuk bai’at ….  Dan semenjak ia menaruh tangan kanan­nya di tangan kanan Rasul, maka tangan kanannya itu mendapat penghormatan besar, hingga bersumpahlah ia pada dirinya tidak akan menggunakannya kecuali untuk perbuatan utama dan mulia ….

Ini pertanda merupakan suatu bukti jelas bahwa pemiliknya mempunyai perasaan yang amat halus ….‘Imran bin Hushain r.a. merupakan gambaran yang tepat bagi kejujuran, sifat zuhud dan keshalehan serta mati-matian dalam mencintai Allah dan mentaati-Nya. Walaupun ia mendapat taufik dan petunjuk Allah yang tidak terkira, tetapi ia sering menangis mencucurkan air mata, ratapnya:  ”Wahai, kenapa aku tidak menjadi debu yang diterbangkan angin saja … !”Orang-orang itu takut kepada Allah bukanlah karena banyak melakukan dosa, tidak! Setelah menganut Islam, boleh dikata sedikit sekali dosa mereka! 

Mereka takut dan cemas karena menilai keagungan dan kebesaran-Nya, bagaimanapun mereka beribadat ruku’ dan sujud, tetapi ibadatnya, dan syukurnya itu belumlah memadai ni’mat yang mereka telah terima.

Pernah suatu saat beberapa orang shahabat menanyakan pada Rasulullah saw.:“Ya Rasulullah, kenapa kami ini … ?Bila kami sedang berada di sisimu, hati kami menjadi lunak hingga tidak menginginkan dunia lagi dan seolah-olah akhirat itu kami lihat dengan mata kepala … !Tetapi demi kami meninggalkanmu dan kami berada di lingkungan keluarga, anak-anak dan dunia kami, maka kami pun telah lupa diri …

Ujar Rasulullah saw.:
“Demi Allah, Yang nyawaku berada dalam tangan-Nya! 

Seandainya kalian selalu berada dalam suasana seperti di sisiku, tentulah malaikat akan menampakkan dirinya menyalami kamu .. . ! Tetapi, yah yang demikian itu hanya sewaktu-waktu … !” Pembicaraan itu kedengaran oleh ‘Imran bin Hushain, maka timbullah keinginannya, dan seolah-olah ia bersumpah pada dirinya tidak akan berbenti dan tinggal diam, sebelum mencapai tujuan mulia tersebut, bahkan walau terpaksa menebusnya dengan nyawanya sekalipun! Dan seolah-olah ia tidak puas dengan kehidupan sewaktu-waktu itu, tetapi ia menginginkan suatu kehidupan yang utuh dan padu, terus-menerus dan tiada henti-hentinya, memusatkan perhatian dan berhubungan selalu dengan Allah Robbul’alamin … !

Di masa pemerintahan Amirul Mu’minin Umar bin Khatthab, ‘Imran dikirim oleh khalifah ke Bashrah untuk mengajari pen­duduk dan membimbing mereka mendalami Agama. Demikian­lah di Bashrah ia melabuhkan tirainya, maka demi dikenal oleh penduduk, mereka pun berdatanganlah mengambil berkah dan meniru teladan ketaqwaannya.

Berkata Hasan Basri dan Ibnu Sirin:  ”Tidak seorang pun di antara shahabat-shahabat Rasul saw. yang datang ke Bashrah, lebih utama dari ‘Imran bin Hushain … !”

Dalam beribadat dan hubungannya dengan Allah, ‘Imran tak sudi diganggu oleh sesuatu pun. la menghabiskan waktu dan seolah-olah tenggelam dalam ibadat, hingga seakan-akan ia bukan penduduk bumi yang didiaminya ini lagi … ! 

Sungguh, seolah-olah ia adalah Malaikat, yang hidup di lingkungan Malai­kat, bergaul dan berbicara dengannya, bertemu muka dan bersalaman dengannya … .Dan tatkala terjadi pertentangan tajam di antara Kaum Muslimin, yaitu antara golongan Ali dan Mu’awiyah, tidak saja ‘Imran bersikap tidak memihak, bahkan juga ia meneriakkan kepada ummat agar tidak campur tangan dalam perang ter­sebut, dan agar membela serta mempertahankan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya. 

Katanya pada mereka: “Aku lebih suka menjadi pengembala rusa di puncak bukit sampai aku meninggal, daripada melepas anak panah ke salah satu pihak, biar meleset atau tidak … !”

Dan kepada orang-orang Islam yang ditemuinya, diamanat­kannya: “Tetaplah tinggal di mesjidmu … Dan jika ada yang memasuki mesjidmu, tinggallah di rumahmu … ! Dan jika ada lagi yang masuk hendak merampas harta atau nyawamu, maka bunuhlah dia … !”

Keimanan Imran bin Hushain membuktikan hasil gemilang. 

Ketika ia mengidap suatu penyakit yang selalu mengganggunya selama 30 tahun, tak pernah ia merasa kecewa atau mengeluh. Bahkan tak henti-hentinya ia beribadat kepada-Nya, baik di waktu berdiri, di waktu duduk dan berbaring .  .  .Dan ketika para shahabatnya dan orang-orang yang men­jenguknya datang dan menghibur hatinya terhadap penyakitnya itu, ia tersenyum sambil ujarnya: “Sesungguhnya barang yang paling kusukai, ialah apa yang paling disukai Allah … !” 

Dan sewaktu ia hendak meninggal, wasiatnya kepada kaum kerabat­nya dan para shahabatnya, ialah: “Jika kalian telah kembali dari pemakamanku, maka sembelihlah hewan dan adakanlah jamuan … !”Memang, sepatutnyalah mereka menyembelih hewan dan mengadakan jamuan! Karena kematian seorang Mu’min seperti ‘Imran bin Hushain bukanlah merupakan kematian yang sesungguhnya! Itu tidak lain dari pesta besar dan mulia, di mana suatu ruh yang tinggi yang ridla dan diridlai-Nya diarak ke dalam surga, yang besarnya seluas langit dan bumi yang disedia­kan bagi orang-orang yang taqwa ….

(51)  
`UMRAAN IBN HUSAIN  
The Angels' Resemblance 

        It was in the year of Khaibar that he turned to the Prophet (PBUH), swearing to him the oath of allegiance. Since the moment he put his right hand into the Prophet's right hand, his hand became subject to respect. He promised himself to use it only in good and virtuous deeds, an attitude displaying how much sensitivity this person enjoyed.  

        `Umraan was a clear image of honesty, humility, piety, and devotion to Allah.  
      
  Although he was blessed with a great deal of divine success and guidance, he never stopped weeping and saying, "I wish I were ashes dispersed by the wind."  
     
   God fearing men of this type did not fear Allah because of their sins. Sins were rarely committed by them, since the day of their conversion to Islam. The more they got acquainted with Allah's greatness, majesty, and sublimity, the more they recognized their inability to truly thank and worship Allah and the more God-fearing they became,no matter how much they prayed, praised Allah or submitted themselves to Him.  

        Once the Prophet's Companions asked him, "O Prophet of Allah, why when we are sitting with you do we feel calmness and tenderness in our hearts as an ascetic, seeing the Hereafter as if it were before us, but when we leave you to meet our wives, children, and our worldly affairs, we deny ourselves?" 

The Prophet (PBUH) responded, 
"By Allah, if you adhered strictly to your first state, the angels would have shaken your hands clearly. So it is natural for there to be a worshiping time followed by business." 

       When `Umraan heard this Prophetic saying (hadith), his longing desire was moved; therefore, he promised himself never to abstain from striving to reach such a great goal, even if it cost him his whole life. He was never convinced to live dividing his time one hour for leisure and one hour for worship. He wanted instead his life to be a long chain of intimate prayer and total devotion towards the Lord of the Worlds.  During the caliphate of `Umar Ion Al-Khattaah, he was sent to Basra, to teach its inhabitants jurisprudence. He settled there and soon people turned to him to seek his blessing and the guiding light of his religiosity. Al-Hasan Al-Basriy and Ibn Siiriin said, "No one of the Prophet's Companions who entered Basra can be considered better than `Umraan Ibn Husain.  

        `Umraan refused to occupy himself with anything but worship.  
   
    He spent his whole time doing nothing but adoring Allah until it seemed as if he belonged to another world other than the one in which he lived among his people and walked on its ground. Yes, it is true. He became like an angel living among angels, listening to, talking to, and shaking hands with them.  

        When the great uprising between the parties of `Aliy and Mu'aawiyah took place, he did not just hold a neutral position,but appealed to people to abstain from joining the fight, adhering to the cause of peace. He went on saying, "I would prefer to be a shepherd on top of a mountain fill I die rather than shoot an arrow at anyone in either party, right or wrong." Any Muslim he met, he advised saying, "Keep to your mosque. If it is broken into forcefully, then keep indoors. If the doors are broken into forcefully by someone who aims at taking your life and wealth, then fight him."  

 `Umraan Ibn Husain's faith reached a very high level. For 30 years he suffered from severe disease. However, he never showed any sign of discontent nor did he grumble. Instead he adored and worshiped Allah persistently all through his life. When his visitors came to encourage him, he always replied, "The dearest things to my heart are those dearest to Allah."  

        When he felt that death was approaching, he said to his family and kin, "When you finish burying me, slaughter and feed the people."  

        Truly, they should slaughter and feed the people. The death of someone like `Umraan should be considered a great and glorious wedding festival, wherein his soul is being wedded to a Paradise as wide as earth, heaven prepared for the pious.


.¤ª"˜¨¯¨¨Imran Bin Hushain oo 'Umraan Ibn Husain ¸,ø¨¨"ª¤. 


  

Categories: