acebook



.¤ª"˜¨¯¨¨Ubay Bin Ka'ab oUbaiy Ibn Ka'b¸,ø¨¨"ª¤.
"Selamat nagimu, hai Abu Munzir,
atas ilmu yang kau capai".


Pada suatu hari Rasulullah saw. menanyainya:
 “Hai Abul Munzir! Ayat manakah dari Kitabullah yang teragung?”
 Orang itu menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu!” 
Nabi saw. mengulangi pertanyaannya: 
“Abul Munzir! Ayat manakah dari Kitabullah yang teragung?” 
Maka jawabnya: “Allah tiada Tuhan melainkan Ia, Yang Maha Hidup lagi Maha Pengatur’..(Q-S. 2 al-Baqarah:255)

Rasulullah saw. pun menepuk dadanya,dan dengan rasa bangga yang tercermin pada wajahnya, katanya: “Hai Abul Munzir! Selamat bagi anda atas ilmu yang anda capai!”Abul Munzir yang mendapat ucapan selamat dari Rasul yang mulia atas ilmu dan pengertian yang dikaruniakan Allah kepadanya itu tiada lain dari Ubai bin Ka’ab, seorang shahabat yang mulia ….

Ia adalah seorang warga Anshar dari suku Kharraj, dan ikut mengambil bagian dalam perjanjian ‘Aqabah, pedang Badar dan peperangan-peperangan penting lainnya. Ia mencapai kedudukan tinggi dan derajat mulia di kalangan Muslimin angkatan pertama, hingga Amirul Mu’minin Umar sendiri pernah mengatakan tentang dirinya:“Ubai adalah pemimpin Kaum Muslimin …Ubai bin Ka’ab merupakan salah seorang perintis dari penulis-­penulis wahyu dan penulis-penulis Surat. Begitupun dalam menghafal al-Quranul Karim, membaca dan memahami ayat­-ayatnya, ia termasuk golongan terkemuka.
Pada suatu hari Rasulullah saw. mengatakan kepadanya: 
“Hai Ubai bin Ka’ab! Saya dititahkan untuk menyampaikan al-Quran padamu”. 
Ubai maklum bahwa Rasulullah saw. hanya menerima perintah-perintah itu dari wahyu . . .. Maka dengan harap-harap cemas ia menanyakan kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, ibu-bapakku menjadi tebusan anda! Apakah kepada anda disebut namaku?” 
Ujar Rasulullah:
“Benar! Namamu dan turunanmu di tingkat tertinggi… !”Seorang Muslim yang mencapai kedudukan seperti ini di hati Nabi saw. pastilah la seorang Muslim yang Agung, amat Agung . . . ! 

Selama tahun-tahun persahabatan, yaitu ketika Ubai bin Ka’ab selalu berdekatan dengan Nabi saw., tak putus-putusnya ia mereguk dari telaganya yang dalam itu airnya yang manis. Dan setelah berpulangnya Rasulullah, Ubai bin Ka’ab menepati janji­nya dengan tekun dan setia, baik dalam beribadat, dalam ke­teguhan beragama dan keluhuran budi . . . . Di samping itu tiada henti-hentinya ia menjadi pengawas bagi kaumnya. 

Diingatkan­nya mereka akan masa-masa Rasulullah masih hidup, diperingat­kan keteguhan iman mereka, sifat zuhud, perangai dan budi pekerti mereka.Di antara ucapan-ucapannya yang menaguinkan yang selalu didengungkannya kepada shahabat-shahabatnya ialah: “Selagi kita bersama Rasulullah tujuan kita satu ….Tetapi setelah ditinggalkan beliau tujuan kita bermacam-­macam, ada yang ke kiri dan ada yang ke kanan … !”Ia selalu berpegang kepada taqwa dan menetapi zuhud terhadap dunia, hingga tak dapat terpengaruh dan terpedaya. Karena ia selalu menilik hakikat sesuatu pada akhir kesudahan nya. 

Sebagaimana jugs corak hidup manusia, betapapun ia berenang dengan lautan kesenangan, dan kancah kemewahan, tetapi pasti ia menemui maut di mana segalanya akan berubah menjadi debu, sedang di hadapannya tiada yang terlihat kecuali hasil perbuatannya yang baik atau yang buruk ….Mengenai dunia, Ubai pernah melukiskannya sebagai ber­ikut:“Sesungguhnya makanan manusia itu sendiri, dapat diambil sebagai perumpamaan bagi dunia, biar dikatakannya enak atau tidak, tetapi yang penting menjadi apa nantinya … ?”

Bila Ubai berbicara di hadapan khalayak ramai, maka semua leher akan terulur dan telinga sama terpasang, disebabkan sama terpukau dan terpikat, sebab apabila ia berbicara mengenai Agama Allah tiada seorang pun yang ditakutinya, dan tiada udang di balik batu.

Tatkala wilayah Islam telah meluas, dan dilihatnya sebahagi­an Kaum Muslimin mulai menyeleweng dengan menjilat pada pembesar-pembesar mereka, ia tampil dan melepas kata-katanya yang tajam: “celaka mereka, demi Tuhan! Mereka celaka dan mencelakakan! Tetapi saya tidak menyesal melihat nasib mereka, Hanya saya sayangkan ialah Kaum Muslimin“yang celaka di­sebabkan mereka … !”

Karena keshalehan dan ketaqwaannya, Ubai selalu menangis setiap teringat akan Allah dan hari yang akhir . . . . Ayat-ayat al-Quranul Karim baik yang dibaca atau yang didengarnya semua menggetarkan hati dan seluruh persendiannya.Tetapi suatu ayat di antara ayat-ayat yang mulia itu, jika dibaca atau terdengar olehnya akan menyebabkannya diliputi oleh rasa duka yang tak dapat dilukiskan. Ayat itu ialah:

“Katakanlah: Ia kuasa akan mengirim siksa pada kalian, baik dari atas atau dari bawah kaki kalian, atau membaur­kan kalian dalam satu golongan terpecah-pecah, dan ditimpakan-Nya kepada kalian perbuatan kawannya sendiri… !”    
(Q.S. 6 al-An’am: 65)

Yang paling dicemaskan oleh Ubai terhadap ummat Islam ialah datangnya suatu generasi ummat bercakar-cakaran sesama mereka.
Ia selalu memohon keselamatan kepada Allah . . . dan berkat karunia Berta rahmat-Nya, hal itu diperolehnya, dan ditemui­nya Tuhannya dalam keadaan beriman, aman tenteram dan memperoleh pahala ….


(44)  
UBAIY IBN KA'B  
Rejoice with the Knowledge, Abu Al-Mundhir 

        The Prophet (PBUH) asked Abu Al-Mundhir one day,
 "Which is the greatest verse in the Holy Qur'aan?" 
He answered, "Allah and His Prophet know best." 
The Prophet (PBUH) then repeated his question,
 "which is the greatest verse in the Holy Qur'aan, Abu Al Mundhir?" 
Ubaiy finally answered 
"Allah! None has the right to be worshiped but He, the Ever-Living, the One Who sustains and protects all that exists." (2: 255)  

        The Prophet's face brightened with joy as he patted Abu Al Mundhir on the back and said, "I congratulate you for having such knowledge and insight, Abu Al-Mundhir."  

        Abu Al-Mundhir whom the Prophet (PBUH) congratulated for the insight that Allah had bestowed on him is Ubaiy Ibn Ka'b, the great Companion. He was one of the Ansaar, the citizens of Al Madiinah who helped and aided the Muhaajiruun. He belonged to Al-Khazraj tribe. He witnessed the Pledge of Al- Aqabah, the Battle of Badr,and the rest of the great events. He held a highly distinguished position among those who were the first to commit themselves to Islam.  

       The Commander of the Faithful `Umar (May Allah be pleased with him) said, "Ubaiy is the master of the Muslims."  

       Ubaiy Ibn Ka'b was one of the first Muslim scribes who wrote down the revelation that descended on the Prophet (PBUH) as well as messages. He was a pioneer in learning the Holy Qur'aan by heart, reciting it in a slow, pleasant tone and comprehending its content. 

One day, the Holy Prophet (PBUH) said to Ubaiy lbn Ka'b,
 "I was ordered to recite the Qur'aan to you." Ubaiy knew that the Prophet (PBUH) took his orders from the Spirit, therefore, he was overwhelmed with thrill and asked the Prophet (PBUH) anxiously, "You are dearer to me than my own mother and father! Please tell me, did the Spirit mention me by name?" 
The Prophet (PBUH) answered, 
"Yes, it resounded your very name and your family name in the kingdom of heaven and earth."  

        Now, a Muslim who was so close to the Prophet (PBUH) must indeed be a special one. Throughout the years in which Ubaiy Ibn Ka`b accompanied the Prophet (PBUH), he tried to stay close to him so as to quench his thirst for Islam from the Prophet's inexhaustible spring. Ubaiy Ibn Ka'b adhered tenaciously to his covenant in worship, piety, and conduct. Even after the Prophet's death, he was always there to warn people against wrongdoing and remind them of their pledge, morals, and asceticism when the Prophet was alive. He used to address his companions in such impressive words saying, "We stood as one man when the Prophet was alive, but as soon as he departed we went in different directions."  

        He was steadfast in his adherence to piety. He resorted to asceticism to escape life's seduction and delusion. He saw that life really begins when it ends and that no matter how long a man lives in luxury surrounded by graces and blessings, he will end up empty handed but for his good deeds and bad deeds. Ubaiy contemplated about life and said, "Man's food is a good example of what life is all about, for no matter how much you are careful that it tastes delicious and that its ingredients are well proportioned, look what it turns to after you digest it."  

        Whenever Ubaiy addressed people, he was like a magnet that attracted their attention and interest. He feared no one but Allah and desired nothing of life. When Islam gained more lands and influence and he saw that Muslims flattered their rulers, he warned saying, "They are ruined and will ruin others. I don't pity them, but I pity the Muslims that they will ruin."  

        His extreme piety and fear of Allah made him cry whenever Allah or the Day of Judgment was mentioned. The noble Qur'aan's verses shook his heart and soul whenever he recited them or heard them recited. Yet a certain verse made him incredibly sad: "He has the power to send torment on you from above or from under your feet, or to cover you with confusion in party strife, and make you to taste the violence of one another" (6:65).  

        The thing that Ubaiy most dreaded was that one day the Islamic nation would suffer turmoil and violence at the hands of its own sons. He always asked Allah's safely and protection. He won it by Allah's mercy and grace and met Allah as a true believer who felt completely secure and rewarded.


.¤ª"˜¨¯¨¨Ubay Bin Ka'ab oUbaiy Ibn Ka'b¸,ø¨¨"ª¤.




Categories: